Kamis, 11 April 2013

Resume Ilmu Mantiq



Resume Ilmi al Mantiq

Devinisi
Ilmu mantiq bila dinisbatkan kepada pikiran tak ubahnya seperti ilmu nahwu buat bahasa. Ilmu mantiq itu sarana untuk berfikir, jangan sampai cara berfikir itu keliru. Disamping itu berfungsi untuk membuka tutup pemahaman yang halus dan sulit.

Hukum
Tentang hukum belajar ilmu mantiq terdapat tiga pendapat :
1.             Pendapat Ibnu Shalah dan Imam Nawawi yang mengharamkan belajar ilmu mantiq
2.             Pendapat Imam Al-Ghazali yang menganggap perlu/baik mempelajari ilmu mantiq
3.             Pendapat yang mashur bahwa belajar ilmu mantiq itu boleh bagi orang yang sehat akalnya serta mengerti qur’an dan hadist

Qodim Dan Hadist
Ilmu itu terbagi dua yaitu Qodim (azali) dan Hadist (baru). Ilmu qodim itu ilmunya Allah dan ilmu baru itu ilmunya makhluk.
Yang dimaksud ilmu adalah “Sampainya pikiran pada sesuatu dengan tepat”. Dan bertemunya pikiran pada makna tiap-tiap sesuatu itu disebut “tasawwur” (ﺍﻟﺘﺻﻮﺮ ). Sedang membenarkan dan menerima akan nisbat sesuatu itu disebut “tashdiq” (ﺍﻠﺗﺼﺪﻴﻖ) . Contohnya seperti berikut :
Ketika orang yang mengucapkan kata “Pisang” pikiranmu tentu bisa menggambarkan tentang makna pisang itu. Bisa menggambarkan itu namanya “tashawwur”.

Nadlari Dan Dlaruri
1.             Ilmu nadlari ( ﻋﻠﻢﺍﻠﻨﻈﺭﻱ ) yaitu ilmu yang membutuhkan penalaran.
2.             Ilmu dlaruri ( ﺍﻠﻀﺮﻭﺭﻱ  ), yaitu ilmu yang tidak membutuhkan penalaran.
 
Qaul Syarih
Sesuatu berfungsi mengantarkan kepada tashawwur itu disebut “Qaul Syarih” (ﻘﻮﻞﺷﻠﺮﺡ ) atau pengertiannya atau gambaran.

Hujjah
Penjelasan yang bisa membawa kepada tashdiq disebut hujjah (argumentasi).

Macam - macam Dalalah Wadl’iyah
Dalalah itu terbagi menjadi dua : yaitu lafdhiyah dan ghoiru lafdhiyah.
Dalalah ghoiru lafdhiyah terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.             Aqliyah (ﺍﻠﻌﻘﻠﻴﻪ )   : Seperti ada suara pasti ada yang mengucapkan.
2.             ‘A’diyah (ﺍﻠﻌﺍﺪﻴﻪ )  : Seperti adanya hujan menyebabkan tumbuhnya tanaman.
3.             Wadliyah ( ﺍﻠﻭﻀﻌﻴﻪ )        : Seperti geleng kepala menunjukkan makna “tidak”.

Dalalah lafdhiyah juga terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.             Aqliyah (ﺍﻠﻌﻘﻠﻴﻪ )               : Seperti ada suara pasti ada yang mengucapkan.
2.             Tabi’iyah (ﺍﻠﻄﺒﻴﻌﻴﻪ )                      : Seperti kata  “aduuh” menunjukkan rasa sakit.
3.             Wadliyah ( ﺍﻠﻭﻀﻌﻴﻪ )                    : Seperti “Rokok seong”menunjukkan rokok yang ada kemenyannya.

Dalalah wadl’iyah itu terbagi tiga bagian :
1.             Dalalah muthabaqah (ﺍﻠﻤﻄﻠﺒﻘﻪ ) yaitu dalalah suatu lafadh kepada makna /arti yang semestinya . Seperti murid bertanya kepada pak guru : “rokok iru apa?” guru menjawab. “rokok itu tembakau yang dibungkus (dilinting-jawa). Jawaban yang pas itu namanya muthabaqah.


2.             Dalalah tadlammun (ﺍﻠﺘﺿﻤﻦ ) yaitu lafadh kepada sebagian dari inti lafadh yang semestinya. Contoh ada murid bertanya : “rokok itu apa?”guru menjawab “rokok itu tembakau”. Rokok diartikan tembakau itu tidak semestinya (melainkan sebagian dari makna rokok itu).
3.             Dalalah iltizam (ﺍﻹﺄﺘﺰﺍﻢ ) yaitu lafadh kepada suatu makna yang menjadi kelaziman bagi lafadh itu. Contohnya : si anak bertanya kepada ibu : “sambal ituapa bu?” ibu menjawab “sambal itu pedas tapi enak untuk lauk/pelengkap makan. Ucapan pedas itu tidak semestinya , tapi bisa dimengerti karena pedas menjadi kelaziman sambal.

Penelitian Tentang Lafadh
Lafadh itu dibagi menjadi dua:
1.             Lafadh muhmal (ﺍﻠﻤﻬﻤﻞ ) yaitu lafadh yang tidak dalalah kepada makna (tidak punya arti). Seperti lafadh “Takarja”,”mankisu”, dan lain-lain lafadh yang dibalik. Itu semua muhmal.
2.             Lafadh musta’mal (ﺍﻠﻤﺴﺘﻌﻣﻞ ) yaitu lafadh yang bisa dalalah kepada makna, seperti kalimat “pergi” atau “Jakarta” dan lain-lain. Kemudian lafadh musta’mal ini dibagi menjadi dua lagi:
a.             Lafadh murakkab ( ﺍﻠﻤﺮﻜﺐ ) yaitu lafadh yang sebagian dari lafadh itu bisa dalalah kepada sebagian dari arti lafadh itu.
b.             Lafadh mufrad (ﺍﻠﻤﻔﺮﺪ ) yaitu kebalikan dari lafadh murakab, yakni lafadh yang bagian bagiannya tidak bisa dalalah kepada sebagian dari arti lafadh itu.

Lafadh mufrod ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu lafadh kully dan juz’iy.
1.             Lafadh Kully (ﺍﻠﻜﻟﻲ) yaitu lafadh yang member makna bersekutu  (distributed/musytarak), maksudnya lafadh itu kalau difikirkan lebih dalam ternyata ada bagian-bagiannya.
2.             Lafadh juz’iy (ﺍﻠﺠﺯﺀﻲ)yaitu lafadh yang tidak member makna bersekutu (undistributed).

 Dan lafadh kully terbagi lagi menjadi dua (2) yaitu : kully dzaty ( ﺍﻟﺬﺍﺘﻲ ) dan
 kully ‘ardly (ﺍﻟﻌﺮﺿﻲ).Penjelasannya sebagai berikut :
1.             Kully Dzaty         : kalau makna kully itu masuk dalam hakikat juz’iyyahnya.
2.             Kully ‘ardly        : yaitu kalau maknanya kully itu tidak masuk dalam hakikat juz’iyyahnya.

KULLIYAT ( PREDICABLE )
Lafadh kully dilihat dari derajatnya :
1.             Jenis/Genus ( ﺍﻠﺠﻧﺶ ) :kully fasal yaitu kully yang bisa diucapkan atas barang yang banyak yang berbeda-beda dari segi hakikatnya ketika bersekutu.
2.             Fasal/ differentia/ pembela ( ﺍﻟﻔﺼﻞ ) : kully fasal yaitu sebagian dari hakikat zat, yang mana bagian ini adalah memang tepat kalau diucapkan untuk hakikatnya zat tadi, serta patut untuk menjawab pertanyaan “apa bedanya” (manusia dan lainnya).
Fasal dibagi menjadi dua (2) yaitu :
a.             Fasal qarib/ dekat ( ﺍﻟﻗﺮﻱﺐ ) : seperti “bisa berfikir” ( ﺍﻟﻨﺍﻄﻖ ) dinisbatkan kepada manusia.
b.             Fasal ba’id / jauh ( ﺍﻟﺑﻌﻲﺪ ) :seperti “yang bisa mengindra” (ﺍﻟﺤﺴﺍﺲ ) dinisbatkan kepada manusia.
3.             ‘Ardl/ accident/ sifat baru ( ﺍﻟﻌﺮﺾ ) yaitu kully yang ada di luar hakikat zatnya.
4.             Nau’/ species/ macam ( ﺍﻟﻨﻮﻉ )  yaitu yang bisa mencakup sesuatu yang banyak. yang bisa untuk menjawab pertanyaan : apa hakikatnya (ﻤﺍﻫﻮ ).
5.             Khashah/ proprium/ cirri khusus ( ﺍﻟﺨﺍﺼﺔ ) : yaitu kully yang ada di luar zat bendanya tapi khusus / tertentu.

PEMBAGIAN JENIS KULLY
1.             Jenis qarib / safil / dekat ( ﺍﻟﺴﺍﻓﻞ ) yaitu jenis yang di bawahnya tidak ada jenis lagi, adanya Cuma nau’ (species). contohnya : lafadh “ binatang”.

2.             Jenis ba’id/’aly/ jauh (ﺍﻟﺒﻌﻴﺪ ) yaitu jenis yang di bawahnya masih ada jenis lagi, dan di atasnya tidak ada jenis lagi.
3.             jenis wasath/ menengah ( ﺍﻟﻮﺴﻄ )yaitu jenis yang di atasnya ada jenis lagi dan di dawahnya ada jenis lagi.

Lafadz Kully dilihat dari maknanya ada lima (5)
1.             Kully muthawathi’/cocok (ﺍﻟﻣﺘﻮﺍﻄﻰ ) : lafadz kully yang mana arti cakupannya dan arti bagian-bagiannya itu sama dan cocok, (pas-jawa).
2.             Kully musyakkak/ diragukan ( ﺍﻟﻤﺸﻛﻚ ) : yaitu lafadz kully yang mana makna cakupannya dan bagian-bagiannya itu berbeda, misalnya yang satu lemah yang satu kuat.
3.             Kully mutabayyin/ punya arti sendiri-sendiri ( ﺍﻟﻣﺘﺑﺍﻳﻦ ) : yaitu kalau ada dualafadz atau tiga dimana arti dari masing-masing berbeda berjauhan.
4.             Kully mutaradif/ sinonim ( ﺍﻟﻣﺗﺮﺍﺪﻒ ) : yaitu lafadz yang memiliki makna satu. Seperti lafadz “insan” ( ﺍﻹﻧﺳﺍﻦ ) dan “basyar” ( ﺍﻟﺑﺸﺮ ).
5.             Kully musytarak ( ﺍﻟﻣﺸﺗﺮﻚ ) yaitu suatu lafadz yang memiliki arti yang lebih dari satu . Seperti lafadz “ain” bisa bermakna  “mata” atau “sumber air”.

Pembagian ma’na lafadz murakkab ada dua (2) :
1.             Lafadz/ kalam thalab ( ﺍﻟﻄﺍﺐ ): yaitu lafadz/ kalam yang menunjukkan arti tuntunan atau permintaan.
2.             Lafadz/ kalam khabar ( ﺍﻟﺧﺑﺮ ): yaitu lafadz/ kalam yang menggantung pernyataan benar atau dusta.
a.             Amr ( ﺍﻷﻣﺮ ): yaitu kalam bentuk tuntutan atau permintaan dari orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya.
b.             Du’a ( ﺍﻟﺪﻋﺍﺀ ): yaitu kalam permintaan dari yang lebih rendah derajadnya kepada yang lebih tinggi.
c.             Iltimas ( ﺍﻹﻟﺗﻣﺍﺱ ): yaitu kalam bentuk permintaan dari seseorang kepada sesamanya atau sama derajatnya.


KULL DAN KULLIYAH - JUZ DAN JUZ’IYAH
Kull dan Kulliyah
1.             Kull ( ﺍﻟﻛﻞ )  yaitu memberi hukum atas kumpulannya atau keseluruhannya (ﺍﻟﻣﺠﻣﻮﻉﺍﻟﻜﻡﻋﻟﻰ )
2.             Kulliyah ( ﺍﻟﻜﻟﻴﺔ ) yaitu memberi hukum atas tiap satu-satunya atau masing-masingnya (ﺍﻟﺤﻜﻡﻋﻟﻰﺍﻟﻔﺮﺪ )

MU’ARRIFAT/ DEVINISI
Mu’arrifiyat dibagi menjadi 3. yaitu :
1.             Ta’rif haddy ( ﺤﺪﻱ ) yaitu apabila ta’rif itu menggunakan jenis dan fashl.
2.             Ta’rif rasmy ( ﺮﺴﻣﻲ ) yaitu apabila ta’fif itu menggunakan jenis dan khashah.
3.             Ta’rif lafdzy ( ﻟﻔﻇﻲ ) yaitu apabila ta’rif itu menggunakan lafadz sinonimnya ( ﻣﺮﺍﺪﻒ )
Ta’rif haddy itu ada 2 :
1.             Had taam ( ﺍﻟﺤﺪﺍﻟﺗﺍﻡ ) contohnya seperti di atas.
2.             Had naqish ( ﺍﻟﺤﺪﺍﻟﻨﺍﻗﺺ )

Ta’rif rasmi dibagi 2, yaitu :
1.             Rasni taam ( ﺴﻡﺍﻟﺗﺍﻡ ﺍﻟﺮ )
2.                       Rasmi naqis ( ﺍﻟﺮﺴﻡﺍﻟﻧﺍﻗﺺ )

QODLIYAH/ PROPOSISI
Qodliyah adalah pernyataan yang bisa berarti benar atau salah bisa juga disebut kalam khabar ( berita / informasi/ pernyataan).

Pembagian qadliyah :
1.             Qadliyah Syarthiyah ( ﺍﻟﺸﺮﻄﻴﺔ )
2.             Qadliyah Hamliyah ( ﺍﻟﺤﻤﻟﻴﺔ )

 
Qadliyah hamliyah di bagi 2,yaitu :
1.             Syahsyiah (ﺍﻟﺷﺨﺼﻳﺔ )
2.             Kulliyah ( ﺍﻟﻜﻟﻳﺔ )
Kulliyah dibagi dua, yaitu :
a.             Musawwarah ( ﺍﻟﻤﺴﻭﺮﺓ )
b.             Muhmalah ( ﺍﻟﻤﻫﻤﻟﺔ )

Pembagian “Sur” :
“Sur” itu ada kalanya “ Kully” dan ada kalanya “juz’i”. yakni kadang-kadang menggunakan kata “semua” dan kadang menggunakan kata”sebagian”. Dengan demikian maka”sur” itu dibagi menjadi 4, yaitu :
1.             Mujibah kulliyah ( ﻤﻭﺟﺑﺔﻛﻟﻳﺔ )
2.             Salibah kulliyah ( ﺸﺍﻟﺑﺔﻜﻟﻴﺔ )
3.             Mujibah juz’iyah ( ﻤﻭﺠﺑﺔﺟﺯﺌﻴﺔ )
4.             Salibah juz’iyah ( ﺴﺍﻟﺑﺔﺠﺯﺌﻴﺔ )

TANAQUDL / PERTENTANGAN
Tanaqudl (ﺍﻟﺗﻨﺍﻗﺾ ) yaitu: perbedaan antara kedua qadliyah (proposisi) dilihat dari kebenarannya, positif dan negative. Dan jika dua qadliyah yang tanaqudl (bertentangan) maka salah satunya pasti benar dan yang lain salah.

AL-‘AKS AL-MUSTAWY
Al-‘Ask Al-Mustawy yaitu membalik kedua bagian qadliyah tetapi tetap tidak berubah dilihat dari isinya. Contohnya : “manusia itu adalah yang bisa menulis” ( ﺍﻹﻨﺴﺍﻦﻜﺍﺗﺐ ) . Jika dibalik menjadi “ yang bisa menulis itu adalah manusia” ( ﺍﻟﻜﺍﺗﺐﺇﻨﺴﺍ ).
1.             Qadliyah mujibah kulliyah ( ﻗﻀﻴﺔﻤﻭﺠﺑﺔﻜﻟﻴﺔ ) maka gantinya adalah qadliyah mujibah juz’iyah (ﻗﻀﻴﺔﻤﻭﺠﺑﺔﺠﺰﺋﻴﺔ ).
Contohnya “ semua manusia adalah binatang” (ﻜﻞﺇﻨﺴﺍﻦﺤﻴﻭﺍﻦ)
2.             Qadliyah salibah juz’iyah (ﻗﻀﻴﺔﺴﺍﻟﺑﺔﺠﺰﺋﻴﺔ ).
Contohnya: “ bukanlah sebagian binatang itu berupa manusia” ( ﻟﻴﺱﺑﻌﺾﺍﻟﺤﻴﻭﺍﻦﺇﻨﺴﺍﻨﺍ ) tidak bisa dibalik menjadi “ bukanlah sebagian manusia itu adalah manusia” ( ﻟﻴﺱﺑﻌﺾﺍﻹﻧﺴﺍﻦﺤﻴﻭﺍﻧﺍ ).
3.             Muhmalah salibah ( ﻗﺿﻴﺔﻣﻬﻣﻟﺔ )
Contohnya : “bukanlah binatang itu berupa manusia”  (ﺍﻟﺤﻴﻭﺍﻦﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ). Menjadi “ bukanlah manusia itu berupa manusia” ( ﻟﻴﺱﺍﻹﻧﺴﺎﺤﻴﻭﺍﻧﺎ ).

QIAS / SILOGISME
Qias menurut ahli mantiq adalah susunan yang terdiri dari qadliyah / proposisi yang lebih dari satu, yang mana susunan tersebut secara otomatis bisa menghasilkan natijah/kesimpulan.
Contoh : “Zaid itu adalah anaknya Umar, Umar itu anaknya Bakar”. Susunan ini terdiri dari dua qadliyah/ proposisi.
Qias dibagi menjadi 2 :
1.             Qias iqtirani ( ﺍﻟﻗﻴﺎﺱﺍﻹﻗﺗﺮﺍﻧﻲ )yaitu qias yang kemungkinan besar bisa menghasilkan kesimpulan.
Contoh “alam ini berubah, dan apa saja yang berubah itu pasti barang baru.
2.             Qias syarti ( ﺍﻟﻗﻴﺎﺱﺍﻟﺷﺮﻄﻲ ).

Cara membuat qias  :
Jika ingin membuat qias maka harus mengikuti aturan munyusun muqodimah dulu (premis). Yaitu muqodimah sughra/ premis minor harus masuk dalam muqodimah kubra/premis mayor. Artinya muqodimah kubra harus lebih umum dari pada muqodimah sughra.

Cara menyusun muqodimah ( premis-premis)
Disamping syarat muqodimah kubra harus lebih umum daripada muqodimah sughra, maka harus diteliti pula apakah isi atau materi muqodimah itu sudah benar atau dusta. Karena natijah itu sangat tergantung dengan kebenaran muqodimahnya. Kalau muqodimahnya salah atau dusta maka natijahnya juga salah.
Muqodimah sughra itu harus masuk di dalam muqodimah kubra. Maksudnya muqodimah sughra itu harus lebih khusus dari pada muqodimah kubra. Muqodimah kubra itu lebih umum.

AL-ASYKAL WA DLARAB / POLA MACAM SILOGISME
Pola-pola syakal :
1.             Syakal awwal : jika al- had al wsad di muqodimah sughra itu menjadi mahmul /khabar/ predikat, sedangkan di muqodimah kubra manjadi maudlu’( mubtada’/ subyek).
Contoh :
a.             Alam itu berubah-ubah, (muqodimah kubra, berubah = mahmul = khabar)
b.             Yang berubah itu pasti baru (muqodimah sughra, berubah = maudlu’ = mubtada’)
2.             Syakal tsani : yaitu jika al-had al wasad itu di muqodimah sughra menjadi mahmul dan di muqodimah kubra juga menjadi mahmul.
Contoh :
a.             Manusia itu adalah hewan (muqodimah kubra, hewan = mahmul)
3.             Kalau al-had al wasad di muqodimah sughra menjadi maudlu’ dan di muqodimah kubra menjadi maudlu’.
Contoh :
a.             Manusia itu hewan ( muqodimah kubra, manusia = maudlu’)
4.             Kalau al-had al wasad di muqodimah sughra menjadi maudlu’ dan di muqodimah kubra menjadi mahmul.
a.             Manusia itu hewan ( muqodimah kubra, manusia = maudlu’)

Syarat-syarat muqodimah yang bisa mengeluarkan natijah :
1.             Syakal awal  / pertama : Muqodimah sughra harus mujibah (positif) sedangkan muqodimah kubra harus kulliah ( distributed ).
 2.             Syakal tsani  / kedua2 : Syaratnya muqodimah kubranya harus kulliyah, harus berbeda, artinya kalau sughranya mujibah maka kubranya salibah.
3.             Syakal tsalist  / ke tiga : Sughranya harus mujibah. Salah satu dari dua muqodimahnya harus kulliyah.

Membuang muqodimah/ premis :
Sebagian dari muqodimah itu bisa di buang karena sudah ma’lum. Demikian juga natijah kalau sudah ma’lum juga boleh di buang.
1.              Contoh membuang muqodimah sughra : “Talhah dihukum cambuk”. Lengkapnya :
-          Talhah orang yang berzina
-          Semua yang berzina dihukum cambuk
-          Talhah dihukum cambuk
2.             Contoh membuang muqodimah kubra: “ Talhah dicambuk karena berzina”. lengkapnya :
-          Talhah orang berzina
-          Semua yang berzina dihukum cambuk
-          Talhah harus dicambuk
3.             Contoh membuang natijah : “Talhah adalah pezina, harus dicambuk”. Lengkapnya :
-          Talhah adalah berzina
-          Semua yang berzina harus dicambuk
-          Talhah harus dicambuk

Jumlah muqodimah
Jumlah muqodimah itu tidak harus dua, tapi bisa banyak, sehingga bisa menghasilkan keputusan.

QIAS ISTITSNA’I
Ada dua macam :
1.             Qias hamli
2.             qias syarti. Qias syarti inilah yang dimaksud dengan qias istitsna’i. Qias syarti ini dibagi 2, yaitu :
a.             Syarti muttasil : yaitu qias yang menerangkan adanya hubungan erat antara qadliyah yang satu dengan yang lain dan yang mengandung syarat.
Contoh :
“Jika ada dua tuhan di langit dan bumi, maka rusaklah bumi dan langit”.
b.             Syarti munntasil : yaitu jika”muqadam” sudah ditentukan, maka natijahnya pasti menjadi “tali”. Jika tali dinegatifkan maka natijahnya pasti menafikkan muqaddamnya.
Contoh :
“Jika matahari terbit maka siang hari muncul”, kemudian diberi istitsna’I : “tetapi matahari telah muncul” maka natijahnya : “siang hari pasti ada”.

MACAM-MACAM HUJJAH (ARGUMENTASI)
Hujjah itu dibagi menjadi dua :
1.                                Naqliyah : yaitu hujjah yang diambilkan dari al-qur’an, al-hadist dan ijma’.
contohnya : membasuh wajah dalam wudlu itu diperintahkan, hujjahnya yaitu ayat al-qur’an yang artinya : “Jika kalian mau melakukan shalat, maka basuhlah wajahmu”.
2.             ‘Aqliyah : yaitu hujjah yang disandarkan kepada pemikiran semata. Dan hujjah ini dibagi menjadi 5, yaitu :
a.             Khitabiyyah ( ﺨﻄﺎﺑﻴﺔ ) yaitu hujjah yang disusun dari muqodimah (premis-premis) yang dinisbatkan atau diatas namakan kepada orang yang dianggap dipercaya.
 b.             Syi’riyah ( ﺸﻌﺮﻴﺔ ) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang bisa menyenangkan hati atau sebaliknya.
c.             Burhaniyah ( ﺑﺮﻫﺎﻧﻴﺔ )yaitu suatu hujjah yang tersusun dari muqodimah yaqiniyat (premis-premis yang disertai fakta yang meyakinkan) yang bisa menghasilkan kesimpilan yang meyakinkan pula.
d.            Jadaliyyah ( ﺠﺪﻟﻴﺔ ) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang sudah terkenal dan diakui kebenarannya oleh orang banyak.
e.             Safsataniyah ( ﺴﻓﺴﻄﻧﻴﺔ ) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang seakan-akan benar tapi sebenarnya salah.

Sifat-sifat dalalah :
Dalam hal ini ada 4 pendapat yang dianggap kuat, yaitu :
1.             Imam Haramain mengatakan dilalah itu adalah dalalah aqliyah. (bersifat rasional)
2.             Imam Asy’ari  mengatakan dilalah itu adalah ‘adiyah ( ﻋﺎﺪﻴﺔ ) atau kebisaaan saja.
3.             Mu’tazilah mengatakan bahwa Dilalah itu tawalud ( ﺗﻭﻟﺪ ) atau melahirkan. maksudnya premis-premis itu bisa member efek lahirnya natijah ( kesimpulan).
4.             Para filosof/ hukama’ mengatakan bahwa dilalah itu adalah dilalah wajibah ( ﻭﺍﺠﺑﺔ ) Maksudnya dilalah yang sudah pasti dan wajib.

Kesalahan berfikir / khata’ul burhan
Kesalahan berfikir itu dikarenakan beberapa hal, yaitu :
1.             Kesalahan materi atau substansi muqodimah / kesalahan materil. Dikarenakan
a.             Lafadz yang salah. Diantaranya :
1)             Menggunakan lafadz musytarak/ makna ganda
2)             Kata yang sebenarnya berbeda (tabayaun) tapi dianggap seperti sinonim (murodif).Seperti kata “ini adalah pedang” padahal maksudnya “ parang atau golok”
b.             Makna yang salah. Makna yang salah diantaranya dikarenakan :
1)             Muqodimah itu dusta atau benar belum jelas.
Contoh “ Semua orang barat itu berambut pirang” Michael berambut hitam. Berarti dia bukan orang barat.       (padahal dia orang german tulen)
2)             Memberi hukum jenis (genus) dengan hokum nau’ (species). Binatang (genus) itu berfikir ( untuk manusia = nau’).
3)             ‘Aradl/ sifat (accident) dijadikan dzat (substansi).
Contoh : “ ini adalah manusia, manusia itu bisa menulis”. (Mestinya bisa berfikir).
4)             Konklusi (natija) dijadikan muqodimah (premis).
Contoh : “ini adalah berpindah yang berpindah itu bergerak”. Jadi ini adalah bergerak.
2.             Kesalahan bentuk muqodimah / kesalahan formil dikarenakan diantaranya:
a.             Pola (syakal) muqodimahnya tidak mengikuti salah satu pola yang empat.
b.             Atau mengikuti pola yang empat tapi tidak mengikuti syarat pengambilan kesimpulan.

Wallahu A’lam …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar