Resume Ilmi al Mantiq
Devinisi
Ilmu mantiq bila dinisbatkan kepada pikiran tak
ubahnya seperti ilmu nahwu buat bahasa. Ilmu mantiq itu sarana untuk berfikir,
jangan sampai cara berfikir itu keliru. Disamping itu berfungsi untuk membuka
tutup pemahaman yang halus dan sulit.
Hukum
Tentang hukum belajar ilmu mantiq terdapat tiga
pendapat :
1.
Pendapat Ibnu
Shalah dan Imam Nawawi yang mengharamkan belajar ilmu mantiq
2.
Pendapat Imam
Al-Ghazali yang menganggap perlu/baik mempelajari ilmu mantiq
3.
Pendapat yang
mashur bahwa belajar ilmu mantiq itu boleh bagi orang yang sehat akalnya serta
mengerti qur’an dan hadist
Qodim Dan Hadist
Ilmu itu terbagi dua yaitu Qodim (azali) dan Hadist
(baru). Ilmu qodim itu ilmunya Allah dan ilmu baru itu ilmunya makhluk.
Yang dimaksud ilmu adalah “Sampainya pikiran
pada sesuatu dengan tepat”. Dan bertemunya pikiran pada makna tiap-tiap sesuatu
itu disebut “tasawwur” (ﺍﻟﺘﺻﻮﺮ ). Sedang membenarkan dan menerima akan
nisbat sesuatu itu disebut “tashdiq” (ﺍﻠﺗﺼﺪﻴﻖ) . Contohnya seperti berikut :
Ketika orang yang mengucapkan kata “Pisang”
pikiranmu tentu bisa menggambarkan tentang makna pisang itu. Bisa menggambarkan
itu namanya “tashawwur”.
Nadlari Dan Dlaruri
1.
Ilmu nadlari ( ﻋﻠﻢﺍﻠﻨﻈﺭﻱ )
yaitu ilmu yang membutuhkan penalaran.
2.
Ilmu dlaruri ( ﺍﻠﻀﺮﻭﺭﻱ ), yaitu ilmu yang tidak membutuhkan
penalaran.
Qaul Syarih
Sesuatu berfungsi mengantarkan kepada tashawwur itu
disebut “Qaul Syarih” (ﻘﻮﻞﺷﻠﺮﺡ ) atau pengertiannya atau gambaran.
Hujjah
Penjelasan yang bisa membawa kepada tashdiq disebut hujjah
(argumentasi).
Macam - macam Dalalah Wadl’iyah
Dalalah itu terbagi menjadi dua : yaitu lafdhiyah dan
ghoiru lafdhiyah.
Dalalah ghoiru lafdhiyah terbagi menjadi tiga, yaitu
:
1.
‘Aqliyah (ﺍﻠﻌﻘﻠﻴﻪ ) : Seperti ada suara pasti ada yang
mengucapkan.
2.
‘A’diyah (ﺍﻠﻌﺍﺪﻴﻪ ) : Seperti adanya hujan menyebabkan tumbuhnya
tanaman.
3.
Wadliyah (
ﺍﻠﻭﻀﻌﻴﻪ
) : Seperti geleng kepala
menunjukkan makna “tidak”.
Dalalah lafdhiyah juga terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.
‘Aqliyah (ﺍﻠﻌﻘﻠﻴﻪ ) : Seperti ada suara pasti ada
yang mengucapkan.
2.
Tabi’iyah (ﺍﻠﻄﺒﻴﻌﻴﻪ ) : Seperti kata “aduuh” menunjukkan rasa sakit.
3.
Wadliyah
( ﺍﻠﻭﻀﻌﻴﻪ
) : Seperti “Rokok
seong”menunjukkan rokok yang ada kemenyannya.
Dalalah wadl’iyah itu terbagi tiga bagian :
1.
Dalalah
muthabaqah (ﺍﻠﻤﻄﻠﺒﻘﻪ ) yaitu dalalah suatu lafadh kepada makna
/arti yang semestinya . Seperti murid bertanya kepada pak guru : “rokok iru
apa?” guru menjawab. “rokok itu tembakau yang dibungkus (dilinting-jawa).
Jawaban yang pas itu namanya muthabaqah.
2.
Dalalah
tadlammun (ﺍﻠﺘﺿﻤﻦ ) yaitu lafadh kepada sebagian dari inti
lafadh yang semestinya. Contoh ada murid bertanya : “rokok itu apa?”guru
menjawab “rokok itu tembakau”. Rokok diartikan tembakau itu tidak semestinya
(melainkan sebagian dari makna rokok itu).
3.
Dalalah iltizam (ﺍﻹﺄﺘﺰﺍﻢ )
yaitu lafadh kepada suatu makna yang menjadi kelaziman bagi lafadh itu.
Contohnya : si anak bertanya kepada ibu : “sambal ituapa bu?” ibu menjawab “sambal
itu pedas tapi enak untuk lauk/pelengkap makan. Ucapan pedas itu tidak
semestinya , tapi bisa dimengerti karena pedas menjadi kelaziman sambal.
Penelitian Tentang
Lafadh
Lafadh itu dibagi menjadi dua:
1.
Lafadh muhmal
(ﺍﻠﻤﻬﻤﻞ
) yaitu lafadh yang tidak dalalah kepada makna (tidak punya arti). Seperti
lafadh “Takarja”,”mankisu”, dan lain-lain lafadh yang dibalik. Itu semua
muhmal.
2.
Lafadh musta’mal
(ﺍﻠﻤﺴﺘﻌﻣﻞ ) yaitu lafadh yang bisa dalalah kepada makna, seperti kalimat
“pergi” atau “Jakarta” dan lain-lain. Kemudian lafadh musta’mal ini dibagi
menjadi dua lagi:
a.
Lafadh murakkab (
ﺍﻠﻤﺮﻜﺐ
) yaitu lafadh yang sebagian dari lafadh itu bisa dalalah kepada sebagian dari
arti lafadh itu.
b.
Lafadh mufrad (ﺍﻠﻤﻔﺮﺪ )
yaitu kebalikan dari lafadh murakab, yakni lafadh yang bagian bagiannya tidak bisa
dalalah kepada sebagian dari arti lafadh itu.
Lafadh mufrod ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu
lafadh kully dan juz’iy.
1.
Lafadh Kully (ﺍﻠﻜﻟﻲ)
yaitu lafadh yang member makna bersekutu
(distributed/musytarak), maksudnya lafadh itu kalau difikirkan lebih
dalam ternyata ada bagian-bagiannya.
2.
Lafadh juz’iy (ﺍﻠﺠﺯﺀﻲ)yaitu
lafadh yang tidak member makna bersekutu (undistributed).
Dan
lafadh kully terbagi lagi menjadi dua (2) yaitu : kully dzaty ( ﺍﻟﺬﺍﺘﻲ )
dan
kully ‘ardly (ﺍﻟﻌﺮﺿﻲ).Penjelasannya sebagai berikut :
1.
Kully Dzaty : kalau makna kully itu masuk dalam
hakikat juz’iyyahnya.
2.
Kully ‘ardly : yaitu kalau maknanya
kully itu tidak masuk dalam hakikat juz’iyyahnya.
KULLIYAT
( PREDICABLE )
Lafadh
kully dilihat dari derajatnya :
1.
Jenis/Genus
( ﺍﻠﺠﻧﺶ
) :kully fasal yaitu kully yang bisa diucapkan atas barang yang banyak yang
berbeda-beda dari segi hakikatnya ketika bersekutu.
2.
Fasal/
differentia/ pembela ( ﺍﻟﻔﺼﻞ ) : kully fasal yaitu sebagian dari
hakikat zat, yang mana bagian ini adalah memang tepat kalau diucapkan untuk
hakikatnya zat tadi, serta patut untuk menjawab pertanyaan “apa bedanya”
(manusia dan lainnya).
Fasal dibagi menjadi dua (2) yaitu
:
a.
Fasal qarib/
dekat ( ﺍﻟﻗﺮﻱﺐ ) : seperti “bisa berfikir” ( ﺍﻟﻨﺍﻄﻖ ) dinisbatkan kepada manusia.
b.
Fasal ba’id /
jauh ( ﺍﻟﺑﻌﻲﺪ ) :seperti “yang bisa mengindra” (ﺍﻟﺤﺴﺍﺲ ) dinisbatkan kepada manusia.
3.
‘Ardl/ accident/
sifat baru ( ﺍﻟﻌﺮﺾ ) yaitu
kully yang ada di luar hakikat zatnya.
4.
Nau’/ species/
macam ( ﺍﻟﻨﻮﻉ ) yaitu yang bisa mencakup sesuatu yang banyak.
yang bisa untuk menjawab pertanyaan : apa hakikatnya (ﻤﺍﻫﻮ ).
5.
Khashah/
proprium/ cirri khusus ( ﺍﻟﺨﺍﺼﺔ ) : yaitu
kully yang ada di luar zat bendanya tapi khusus / tertentu.
PEMBAGIAN
JENIS KULLY
1.
Jenis qarib /
safil / dekat ( ﺍﻟﺴﺍﻓﻞ ) yaitu jenis yang di bawahnya
tidak ada jenis lagi, adanya Cuma nau’ (species). contohnya : lafadh “
binatang”.
2.
Jenis
ba’id/’aly/ jauh (ﺍﻟﺒﻌﻴﺪ ) yaitu jenis yang di bawahnya
masih ada jenis lagi, dan di atasnya tidak ada jenis lagi.
3.
jenis wasath/
menengah ( ﺍﻟﻮﺴﻄ )yaitu jenis yang di atasnya ada
jenis lagi dan di dawahnya ada jenis lagi.
Lafadz
Kully dilihat dari maknanya ada lima (5)
1.
Kully
muthawathi’/cocok (ﺍﻟﻣﺘﻮﺍﻄﻰ ) : lafadz kully yang mana arti cakupannya dan arti
bagian-bagiannya itu sama dan cocok, (pas-jawa).
2.
Kully musyakkak/
diragukan ( ﺍﻟﻤﺸﻛﻚ ) : yaitu lafadz kully yang mana makna cakupannya dan
bagian-bagiannya itu berbeda, misalnya yang satu lemah yang satu kuat.
3.
Kully
mutabayyin/ punya arti sendiri-sendiri ( ﺍﻟﻣﺘﺑﺍﻳﻦ ) : yaitu kalau ada dualafadz atau tiga
dimana arti dari masing-masing berbeda berjauhan.
4.
Kully mutaradif/
sinonim ( ﺍﻟﻣﺗﺮﺍﺪﻒ ) : yaitu lafadz yang memiliki makna satu. Seperti lafadz “insan”
( ﺍﻹﻧﺳﺍﻦ
) dan “basyar” ( ﺍﻟﺑﺸﺮ ).
5.
Kully musytarak
( ﺍﻟﻣﺸﺗﺮﻚ
) yaitu suatu lafadz yang memiliki arti yang lebih dari satu . Seperti lafadz
“ain” bisa bermakna “mata” atau “sumber
air”.
Pembagian
ma’na lafadz murakkab ada dua (2) :
1.
Lafadz/ kalam
thalab ( ﺍﻟﻄﺍﺐ ): yaitu lafadz/ kalam yang menunjukkan arti tuntunan atau
permintaan.
2.
Lafadz/ kalam
khabar ( ﺍﻟﺧﺑﺮ ): yaitu lafadz/ kalam yang menggantung pernyataan benar atau
dusta.
a.
Amr ( ﺍﻷﻣﺮ ):
yaitu kalam bentuk tuntutan atau permintaan dari orang yang lebih tinggi
derajatnya kepada orang yang lebih rendah derajatnya.
b.
Du’a ( ﺍﻟﺪﻋﺍﺀ ):
yaitu kalam permintaan dari yang lebih rendah derajadnya kepada yang lebih
tinggi.
c.
Iltimas ( ﺍﻹﻟﺗﻣﺍﺱ ):
yaitu kalam bentuk permintaan dari seseorang kepada sesamanya atau sama
derajatnya.
KULL
DAN KULLIYAH - JUZ DAN JUZ’IYAH
Kull
dan Kulliyah
1.
Kull ( ﺍﻟﻛﻞ ) yaitu
memberi hukum atas kumpulannya atau keseluruhannya (ﺍﻟﻣﺠﻣﻮﻉﺍﻟﻜﻡﻋﻟﻰ )
2.
Kulliyah ( ﺍﻟﻜﻟﻴﺔ ) yaitu memberi hukum atas tiap satu-satunya atau
masing-masingnya (ﺍﻟﺤﻜﻡﻋﻟﻰﺍﻟﻔﺮﺪ )
MU’ARRIFAT/
DEVINISI
Mu’arrifiyat
dibagi menjadi 3. yaitu :
1.
Ta’rif haddy ( ﺤﺪﻱ ) yaitu
apabila ta’rif itu menggunakan jenis dan fashl.
2.
Ta’rif rasmy ( ﺮﺴﻣﻲ )
yaitu apabila ta’fif itu menggunakan jenis dan khashah.
3.
Ta’rif lafdzy ( ﻟﻔﻇﻲ )
yaitu apabila ta’rif itu menggunakan lafadz sinonimnya ( ﻣﺮﺍﺪﻒ )
Ta’rif
haddy itu ada 2 :
1.
Had taam ( ﺍﻟﺤﺪﺍﻟﺗﺍﻡ )
contohnya seperti di atas.
2.
Had naqish ( ﺍﻟﺤﺪﺍﻟﻨﺍﻗﺺ
)
Ta’rif
rasmi dibagi 2, yaitu :
1.
Rasni taam ( ﺴﻡﺍﻟﺗﺍﻡ ﺍﻟﺮ )
2.
Rasmi naqis ( ﺍﻟﺮﺴﻡﺍﻟﻧﺍﻗﺺ
)
QODLIYAH/
PROPOSISI
Qodliyah
adalah pernyataan yang bisa berarti benar atau salah bisa juga disebut kalam
khabar ( berita / informasi/ pernyataan).
Pembagian
qadliyah :
1.
Qadliyah
Syarthiyah ( ﺍﻟﺸﺮﻄﻴﺔ )
2.
Qadliyah
Hamliyah ( ﺍﻟﺤﻤﻟﻴﺔ )
Qadliyah
hamliyah di bagi 2,yaitu :
1.
Syahsyiah (ﺍﻟﺷﺨﺼﻳﺔ )
2.
Kulliyah ( ﺍﻟﻜﻟﻳﺔ )
Kulliyah dibagi
dua, yaitu :
a.
Musawwarah ( ﺍﻟﻤﺴﻭﺮﺓ )
b.
Muhmalah ( ﺍﻟﻤﻫﻤﻟﺔ )
Pembagian
“Sur” :
“Sur”
itu
ada kalanya “ Kully” dan ada kalanya “juz’i”. yakni kadang-kadang
menggunakan kata “semua” dan kadang menggunakan kata”sebagian”. Dengan demikian
maka”sur” itu dibagi menjadi 4, yaitu :
1.
Mujibah kulliyah
( ﻤﻭﺟﺑﺔﻛﻟﻳﺔ
)
2.
Salibah kulliyah
( ﺸﺍﻟﺑﺔﻜﻟﻴﺔ
)
3.
Mujibah juz’iyah
( ﻤﻭﺠﺑﺔﺟﺯﺌﻴﺔ
)
4.
Salibah juz’iyah
( ﺴﺍﻟﺑﺔﺠﺯﺌﻴﺔ
)
TANAQUDL
/ PERTENTANGAN
Tanaqudl
(ﺍﻟﺗﻨﺍﻗﺾ )
yaitu: perbedaan antara kedua qadliyah (proposisi) dilihat dari kebenarannya,
positif dan negative. Dan jika dua qadliyah yang tanaqudl (bertentangan) maka
salah satunya pasti benar dan yang lain salah.
AL-‘AKS
AL-MUSTAWY
Al-‘Ask
Al-Mustawy yaitu membalik kedua bagian qadliyah tetapi tetap
tidak berubah dilihat dari isinya. Contohnya : “manusia itu adalah yang bisa
menulis” ( ﺍﻹﻨﺴﺍﻦﻜﺍﺗﺐ ) . Jika dibalik menjadi “ yang bisa menulis itu adalah
manusia” ( ﺍﻟﻜﺍﺗﺐﺇﻨﺴﺍ ).
1.
Qadliyah mujibah
kulliyah ( ﻗﻀﻴﺔﻤﻭﺠﺑﺔﻜﻟﻴﺔ ) maka gantinya adalah qadliyah mujibah juz’iyah (ﻗﻀﻴﺔﻤﻭﺠﺑﺔﺠﺰﺋﻴﺔ
).
Contohnya “
semua manusia adalah binatang” (ﻜﻞﺇﻨﺴﺍﻦﺤﻴﻭﺍﻦ)
2.
Qadliyah salibah
juz’iyah (ﻗﻀﻴﺔﺴﺍﻟﺑﺔﺠﺰﺋﻴﺔ ).
Contohnya: “
bukanlah sebagian binatang itu berupa manusia” ( ﻟﻴﺱﺑﻌﺾﺍﻟﺤﻴﻭﺍﻦﺇﻨﺴﺍﻨﺍ ) tidak bisa dibalik menjadi “ bukanlah
sebagian manusia itu adalah manusia” ( ﻟﻴﺱﺑﻌﺾﺍﻹﻧﺴﺍﻦﺤﻴﻭﺍﻧﺍ ).
3.
Muhmalah salibah
( ﻗﺿﻴﺔﻣﻬﻣﻟﺔ
)
Contohnya :
“bukanlah binatang itu berupa manusia” (ﺍﻟﺤﻴﻭﺍﻦﺇﻧﺴﺎﻧﺎ
). Menjadi “ bukanlah manusia itu berupa manusia” ( ﻟﻴﺱﺍﻹﻧﺴﺎﺤﻴﻭﺍﻧﺎ ).
QIAS
/ SILOGISME
Qias menurut
ahli mantiq adalah susunan yang terdiri dari qadliyah / proposisi yang lebih
dari satu, yang mana susunan tersebut secara otomatis bisa menghasilkan
natijah/kesimpulan.
Contoh : “Zaid
itu adalah anaknya Umar, Umar itu anaknya Bakar”. Susunan ini terdiri dari dua
qadliyah/ proposisi.
Qias
dibagi menjadi 2 :
1.
Qias iqtirani (
ﺍﻟﻗﻴﺎﺱﺍﻹﻗﺗﺮﺍﻧﻲ )yaitu qias yang kemungkinan besar bisa menghasilkan
kesimpulan.
Contoh “alam ini
berubah, dan apa saja yang berubah itu pasti barang baru.
2.
Qias syarti (
ﺍﻟﻗﻴﺎﺱﺍﻟﺷﺮﻄﻲ
).
Cara
membuat qias :
Jika ingin
membuat qias maka harus mengikuti aturan munyusun muqodimah dulu (premis).
Yaitu muqodimah sughra/ premis minor harus masuk dalam muqodimah kubra/premis
mayor. Artinya muqodimah kubra harus lebih umum dari pada muqodimah sughra.
Cara
menyusun muqodimah ( premis-premis)
Disamping syarat
muqodimah kubra harus lebih umum daripada muqodimah sughra, maka harus diteliti
pula apakah isi atau materi muqodimah itu sudah benar atau dusta. Karena
natijah itu sangat tergantung dengan kebenaran muqodimahnya. Kalau muqodimahnya
salah atau dusta maka natijahnya juga salah.
Muqodimah sughra
itu harus masuk di dalam muqodimah kubra. Maksudnya muqodimah sughra itu harus
lebih khusus dari pada muqodimah kubra. Muqodimah kubra itu lebih umum.
AL-ASYKAL
WA DLARAB / POLA MACAM SILOGISME
Pola-pola
syakal :
1.
Syakal awwal : jika
al- had al wsad di muqodimah sughra itu menjadi mahmul /khabar/ predikat,
sedangkan di muqodimah kubra manjadi maudlu’( mubtada’/ subyek).
Contoh :
a.
Alam itu
berubah-ubah, (muqodimah kubra, berubah = mahmul = khabar)
b.
Yang berubah itu
pasti baru (muqodimah sughra, berubah = maudlu’ = mubtada’)
2.
Syakal tsani :
yaitu jika al-had al wasad itu di muqodimah sughra menjadi mahmul dan di
muqodimah kubra juga menjadi mahmul.
Contoh :
a.
Manusia itu
adalah hewan (muqodimah kubra, hewan = mahmul)
3.
Kalau al-had al
wasad di muqodimah sughra menjadi maudlu’ dan di muqodimah kubra menjadi
maudlu’.
Contoh :
a.
Manusia itu
hewan ( muqodimah kubra, manusia = maudlu’)
4.
Kalau al-had al
wasad di muqodimah sughra menjadi maudlu’ dan di muqodimah kubra menjadi
mahmul.
a.
Manusia itu
hewan ( muqodimah kubra, manusia = maudlu’)
Syarat-syarat
muqodimah yang bisa mengeluarkan natijah :
1.
Syakal awal / pertama :
Muqodimah sughra harus mujibah (positif) sedangkan muqodimah kubra harus
kulliah ( distributed ).
2.
Syakal tsani / kedua2 : Syaratnya
muqodimah kubranya harus kulliyah, harus berbeda, artinya kalau sughranya
mujibah maka kubranya salibah.
3.
Syakal tsalist / ke tiga : Sughranya harus
mujibah. Salah satu dari dua muqodimahnya harus kulliyah.
Membuang
muqodimah/ premis :
Sebagian dari
muqodimah itu bisa di buang karena sudah ma’lum. Demikian juga natijah kalau
sudah ma’lum juga boleh di buang.
1.
Contoh membuang muqodimah sughra : “Talhah
dihukum cambuk”. Lengkapnya :
-
Talhah orang
yang berzina
-
Semua yang
berzina dihukum cambuk
-
Talhah dihukum
cambuk
2.
Contoh membuang
muqodimah kubra: “ Talhah dicambuk karena berzina”. lengkapnya :
-
Talhah orang
berzina
-
Semua yang
berzina dihukum cambuk
-
Talhah harus
dicambuk
3.
Contoh membuang
natijah : “Talhah adalah pezina, harus dicambuk”. Lengkapnya :
-
Talhah adalah
berzina
-
Semua yang
berzina harus dicambuk
-
Talhah harus
dicambuk
Jumlah
muqodimah
Jumlah muqodimah
itu tidak harus dua, tapi bisa banyak, sehingga bisa menghasilkan keputusan.
QIAS
ISTITSNA’I
Ada
dua macam :
1.
Qias hamli
2.
qias syarti.
Qias syarti inilah yang dimaksud dengan qias istitsna’i. Qias syarti ini dibagi
2, yaitu :
a.
Syarti muttasil
: yaitu
qias yang menerangkan adanya hubungan erat antara qadliyah yang satu dengan
yang lain dan yang mengandung syarat.
Contoh :
“Jika ada dua
tuhan di langit dan bumi, maka rusaklah bumi dan langit”.
b.
Syarti munntasil
: yaitu
jika”muqadam” sudah ditentukan, maka natijahnya pasti menjadi “tali”. Jika tali
dinegatifkan maka natijahnya pasti menafikkan muqaddamnya.
Contoh :
“Jika matahari
terbit maka siang hari muncul”, kemudian diberi istitsna’I : “tetapi matahari
telah muncul” maka natijahnya : “siang hari pasti ada”.
MACAM-MACAM
HUJJAH (ARGUMENTASI)
Hujjah
itu dibagi menjadi dua :
1.
Naqliyah
:
yaitu hujjah yang diambilkan dari al-qur’an, al-hadist dan ijma’.
contohnya :
membasuh wajah dalam wudlu itu diperintahkan, hujjahnya yaitu ayat al-qur’an
yang artinya : “Jika kalian mau melakukan shalat, maka basuhlah wajahmu”.
2.
‘Aqliyah
:
yaitu hujjah yang disandarkan kepada pemikiran semata. Dan hujjah ini dibagi
menjadi 5, yaitu :
a.
Khitabiyyah (
ﺨﻄﺎﺑﻴﺔ
) yaitu hujjah yang disusun dari muqodimah (premis-premis) yang dinisbatkan
atau diatas namakan kepada orang yang dianggap dipercaya.
b.
Syi’riyah (
ﺸﻌﺮﻴﺔ
) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang bisa menyenangkan
hati atau sebaliknya.
c.
Burhaniyah (
ﺑﺮﻫﺎﻧﻴﺔ
)yaitu suatu hujjah yang tersusun dari muqodimah yaqiniyat (premis-premis yang
disertai fakta yang meyakinkan) yang bisa menghasilkan kesimpilan yang
meyakinkan pula.
d.
Jadaliyyah (
ﺠﺪﻟﻴﺔ
) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang sudah terkenal
dan diakui kebenarannya oleh orang banyak.
e.
Safsataniyah (
ﺴﻓﺴﻄﻧﻴﺔ
) yaitu hujjah yang tersusun dari muqodimah (premis-premis) yang seakan-akan
benar tapi sebenarnya salah.
Sifat-sifat
dalalah :
Dalam
hal ini ada 4 pendapat yang dianggap kuat, yaitu :
1.
Imam Haramain mengatakan
dilalah itu adalah dalalah aqliyah. (bersifat rasional)
2.
Imam Asy’ari mengatakan dilalah itu adalah ‘adiyah ( ﻋﺎﺪﻴﺔ )
atau kebisaaan saja.
3.
Mu’tazilah mengatakan
bahwa Dilalah itu tawalud ( ﺗﻭﻟﺪ ) atau melahirkan. maksudnya premis-premis itu bisa member efek
lahirnya natijah ( kesimpulan).
4.
Para filosof/ hukama’
mengatakan bahwa dilalah itu adalah dilalah wajibah ( ﻭﺍﺠﺑﺔ ) Maksudnya dilalah yang sudah pasti dan
wajib.
Kesalahan
berfikir / khata’ul burhan
Kesalahan
berfikir itu dikarenakan beberapa hal, yaitu :
1.
Kesalahan materi
atau substansi muqodimah / kesalahan materil. Dikarenakan
a.
Lafadz yang
salah. Diantaranya :
1)
Menggunakan
lafadz musytarak/ makna ganda
2)
Kata yang
sebenarnya berbeda (tabayaun) tapi dianggap seperti sinonim (murodif).Seperti
kata “ini adalah pedang” padahal maksudnya “ parang atau golok”
b.
Makna yang
salah. Makna yang salah diantaranya dikarenakan :
1)
Muqodimah itu
dusta atau benar belum jelas.
Contoh “ Semua
orang barat itu berambut pirang” Michael berambut hitam. Berarti dia bukan
orang barat. (padahal dia orang german tulen)
2)
Memberi hukum
jenis (genus) dengan hokum nau’ (species). Binatang (genus) itu berfikir (
untuk manusia = nau’).
3)
‘Aradl/ sifat
(accident) dijadikan dzat (substansi).
Contoh : “ ini
adalah manusia, manusia itu bisa menulis”. (Mestinya bisa berfikir).
4)
Konklusi (natija)
dijadikan muqodimah (premis).
Contoh : “ini
adalah berpindah yang berpindah itu bergerak”. Jadi ini adalah bergerak.
2.
Kesalahan bentuk
muqodimah / kesalahan formil dikarenakan diantaranya:
a.
Pola (syakal)
muqodimahnya tidak mengikuti salah satu pola yang empat.
b.
Atau mengikuti
pola yang empat tapi tidak mengikuti syarat pengambilan kesimpulan.
Wallahu
A’lam …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar